Montag, 31. August 2009
disiplin untuk setia
Dear Padre,
lagi-lagi ini surat dari saya. Tolong jangan enggan meneruskan membacanya, saya berjanji kali ini tidak akan ada protes atau keluhan.
Sebenarnya saya sering bertanya-tanya, buat apa menuliskan surat seperti ini, atau mengucapkan kata-kata lewat doa, apabila Kau melihat semuanya lebih jelas - apabila Kau mengetahui segala sesuatunya lebih dari yang lain. Saya percaya Kau bahkan lebih mengerti dari saya sendiri, apa yang hati saya inginkan. Tapi biarlah saja ini terjadi, karena ini adalah bentuk dari suatu komunikasi, ya.. ini yang membuat saya merasa aman dan percaya Kau selalu serta. Biarkanlah saya tetap menuliskan surat-surat kepadaMu, mengucapkan kuncup-kuncup doa kepadaMu, dan melantunkan pujian untukMu - biar saya tetap bisa merasakan dekat padaMu, biar saya tetap merasakan betapa melimpahnya kasihMu melalui doa yang didengarkan dan permohonan yang dikabulkan.
Seperti yang saya janjikan, kali ini tidak akan ada protes.. tidak ada keluhan.. . Saya hanya ingin mengucap syukur untuk kesabaranMu selama ini, dan memohonMu untuk tetap bersabar sampai nanti. Saya sadar, membutuhkan waktu yang sangat lama untuk saya menyadari bahwa beban yang terasa begitu berat saya tanggung, sebenarnya hanyalah sepertiga nya saja. Engkau yang menanggung duapertiga nya, Engkau yang selalu sudah matang-matang memperhitungkan semuanya yang bisa jadi kapasitas saya. Saya percaya, bahwa pencobaan yang mungkin Kau turunkan untuk saya, adalah pelajaran yang melatih saya untuk tumbuh menjadi lebih besar dan lebih dekat lagi di dalam Mu. Saya percaya, bahwa Kau tidak memilihkan pencobaan untuk saya yang terlalu sulit atau terlalu berat untuk saya tanggung. Kau selalu ada, Kau selalu rela menyodorkan kedua tanganMu untuk membantu saya mengangkat bebannya. Masalahnya adalah, saya seringkali tidak lagi mengingat hal itu saat saya terjebak pada situasi yang saya anggap sebagai jalan buntu. Saat saya merasa sudah berusaha semaksimal mungkin untuk berhasil, namun kegagalan lah yang saya dapatkan, saya mulai tidak setia padaMu, saya ngedumel, saya mempertanyakan keberadaan dan kebesaran hatiMu. Saat saya merasa sudah memberikan yang terbaik dari diri saya, namun balasan buruk adalah apa yang saya terima, saya mulai memalingkan diri dariMu, saya merasa dibohongi, dan meragukan cinta sejatiMu. Saat masalah demi masalah datang bergantian, saya sering melupakan bahwa saya hanya bisa menyusun rencana, namun rencana dan kehendakMu lah yang baiknya terjadi.
Inilah inti surat saya kali ini. Saya mohon tetaplah sudi bersabar menghadapi saya yang dungu tapi keras kepala ini. Mohon tetap berkahi saya kedisiplinan setia berjalan di dalamMu. Agar mata ini tak beralih dariMu satu detik pun, saat langit cerah ataupun saat badai menerpa. Mohon tetap ingatkan saya untuk tidak gentar menghadapi masalah, karena tidak ada satu masalahpun yang tidak turut Kau tanggung. Tetaplah bersabar.. , tetaplah pelihara saya.. karena hanya dengan bersandar padaMu lah, saya berani tetap melangkah seberat apapun bebannya, segelap apapun jalannya.
Terimakasih untuk sudah meluangkan waktu dan membaca sampai kalimat saya yang terakhir. Terimakasih untuk penyertaan sepanjang hari ini.
dengan segenap rasa,
hambaMu yang masih harus banyak belajar.
Abonnieren
Kommentare zum Post (Atom)
3 Kommentare:
yeahh
saya selalu merasa bahwa kewarasan manusia itu muncul saat dia merasa memerlukan Tuhannya..
siapakah orang lain atau apakah sesuatu itu yang dapat menolong kita jika Dia mencegahnya...
siapakah orang lain atau apakah sesuatu itu yang dapat menolong kita jika Dia mencegahnya
definitely agree !
kapan situ jadinya pulang kampuang ?
pulang kampung tanggal 11 september..
Kommentar veröffentlichen