Samstag, 17. Oktober 2015

belajar diam

jadi, ada juga manusia yang seperti itu.
yang bermulut seperti Durna, bengis, congkak, dan banyak bicaranya.
bedanya, si Bambang Kumbayana itu memang cerdik luar biasa dan siasat perang nya tiada bandingnya.
yang satu ini ?
sudahlah, lebih baik tak ku katakan. daripada kurendahkan diri sendiri.

jadi, hari itu
aku sedang bermain-main dengan satu anak bayi laki-laki berusia tujuh bulan, merangkaknya sangat cepat, tempurung lutut nya pun sudah terbentuk kuat, makanya cukup dengan bantuan pegangan di dua jari ku saja, sudah bisa dia berdiri. orang tua nya pasti bangga. kalau saja, mereka masih ada.
perhatian ku ke anak itu terusik, saat ku dengar seseorang menyapa ku. seseorang dengan suara yang ku kenal, dan ku harap tidak usah pernah kudengar lagi saja.
ya, orang satu itu.
dia bertanya , anak siapa itu. Aku enggan menjawab, karena sudah tahu, apa pertanyaan berikutnya.
Ternyata diam ku tak mencegah nya untuk lanjut bertanya.
Lho, apa kamu tidak bisa menikah dan punya anak sendiri ? Daripada bermain dengan anak orang. Apa di negeri mu sana, tidak ada yang mau mengawini mu ? 


jadi, memang ada manusia seperti itu
nyata, bukan hanya di drama korea saja.
dan harus kuakui kata-kata nya itu sempat membuat ingsun morat-marit, ingin teriak, ingin mengumpat, ingin membalas dengan kata-kata yang lebih rendah derajatnya.
bisa ? bisa saja. pernikahannya di atas kertas, hanyalah dengan satu wanita saja. namun hubungannya di luar pernikahan dengan wanita tidak usah dihitung atau ditanya jumlahnya. anak-anak yang dia hasilkan di luar pernikahan tidak dia akui sebagai anak kandungnya, namun anak asuh. tentu saja untuk membangun citra yang bagus, seorang dermawan lah dia menyekolahkan anak-anak kurang mampu. apa istrinya tahu tentang sifat anyir suaminya ? tentu saja. istrinya berkedok belajar dari teori memaafkan 70 kali 7 kali. te-o-ri nya. praktek nya ? si istri berkencan dengan lelaki-lelaki lain yang lebih muda.
ketiga anak perempuan ku, bahkan yang lebih muda dari mu, sudah bersuami semua. Apalagi yang kamu tunggu ? Apa karena kamu tak ada pekerjaan di negeri mu sana ? Katanya sekolah mau jadi dokter, pasti tak ada yang percaya dan mau berobat dari mu, sehingga kamu tak bisa bekerja bukan ? 
terusnya mengoceh.. Aku berusaha menenangkan diri ku dengan menyanyikan lagu "Vincent" dalam hati "now, I understand, what you tried to say to me and how you suffered for your sanity" . Aku tidak mengerti bagaimana dia bisa berkoar tentang putri-putri nya. Salah satu putri nya pergi meninggalkan rumah tanpa pamit. Setelah melibatkan bantuan polisi, akhirnya ketemu dalam keadaan mengandung. Tidak perlu kuceritakan dari siapa dia mengandung dan di mana dia berhasil ditemukan oleh polisi.

jadi, mulutnya yang tidak bisa diam
sudah memancing emosi ku sampai batasnya. aku sedang memikirkan kata-kata yang bisa berubah jadi keris Cundamanik atau panah Sangkali dan langsung menikam jantung nya. tapi tidak ketemu-ketemu. yang kutikam atau kutusuk atau kubunuh adalah jasadnya, yang busuk adalah fikir nya. itu tidak dapat kumusnahkan.

jadi akhirnya,
beberapa hari setelah kejadian itu, aku belajar banyak hal. bahwa orang dungu berusaha menutupi kedunguannya dengan suara yang keras. bahwa kesabaran itu bisa dilatih setiap harinya, dengan berdiam. tidak menjawab bukan berarti sepaham atau mengalah, atau kalah. dan untuk pelajaran hidup kali ini, orang itu lah guru nya.

terimakasih. karena tak ada pelajaran yang tidak sungguh-sungguh. :)