Samstag, 15. Februar 2020

sudah

berhenti menulis. kegiatan yang pernah saya anggap sebagai teman, sebagai sarana untuk lebih mendengarkan diri sendiri, tiba-tiba saya hentikan.
apa yang terjadi ?
H i d u p. 
ayah yang memilih pergi, katanya mengejar cinta yang ia nanti. 
ibu yang merasa paling tersakiti, lalu melanjutkan hidup dengan mencaci dan memaki. 
dunia saya berubah jadi dunia sela-sela -
ibu - ayah
benar - salah
masa lalu - masa depan
baik - jahat
dendam - damai
putus - sambung
ada - tiada. 
dalam dunia sela-sela saya merasakan ketidakpastian yang begitu dahsyat. rasa percaya dalam diri saya, diluluhlantakkan oleh orang yang sama yang dulu membangun dan menjadi-kokoh-kan fondasi nya, ayah.
apalagi yang harus saya percayai? kalau kata-kata ibu yang saya anggap doa dan kasih beralih menjadi getir pahit yang diucap berulang-ulang tanpa tepi. kalau kata-kata ibu yang selarasnya meneladani, beralih jadi manipulasi.
kepala saya memunguti setiap tanda tanya yang ada, dan melahirkan yang belum ada.
segala asa dan tenaga saya kerahkan untuk menjawab setiap tanda tanya itu.
biar tidak lagi lukanya bertambah
biar ayah bisa gapai cintanya yang katanya dinanti
dan biar ibu tidak merasa tidak lagi dicintai.

waktu bergulir
dan saya,  g a g a l.
saya kira, saya gagal.

jadi kenapa saya berhenti menulis
?

saya berhenti berusaha mendengarkan diri saya sendiri
saya berhenti berusaha menyadari adanya saya
saya lupa, bahwa saya ini ada
bukan sekedar, bukan meskipun, bukan tetapi
- sejatinya saya memang ada.

bersama lahirnya tulisan ini
saya ingin kembali merasakan adanya saya
berhenti mengejar yang belum tercapai
berhenti "membelum"
berhenti menyalahkan dan tidak puas
saat saya, akan kembali baik-baik saja
semuanya, sudah baik-baik saja.