Freitag, 23. Oktober 2009

jauh mu .

dimensi
ruang biru
jam dinding menyatakan waktu
bunyi kulkas
wangi kopi dan kebul asap rokok mu.

kamu
rambut panjang mu yang terikat
kaos coklat
celana panjang warna hitam
sepatu converse hitam dengan satu bintang
satu koper super besar
dan rokok yang tanpa henti kau hisap.

aku
... atau bukan aku ?
duduk ... tak mengada
memunguti air mata yang tidak rela dijatuhkan.

maka selesai sudah satu babak lagi - sia sia .


i don't want you to leave. never want you to leave.

Sonntag, 18. Oktober 2009

I decide


Ini adalah pengalaman pertama saya, meletakkan sebuah jabatan yang saya pegang sebelum seharusnya masa jabatan itu berakhir. ' mengundurkan diri ' - mungkin itu istilah tepatnya.
Bagian yang paling berat dari 'mengundurkan diri' adalah saat saya harus bertatapan dengan orang yang sebelumnya mempercayakan jabatan itu kepada saya. Lebih dari satu bulan saya menyiapkan dan melatih bibir saya untuk mengucapkan kata-kata yang pas dan santun, saat menyampaikan niat saya untuk mundur. Mungkin karena saya tahu, bahwa mundur sama sekali bukan wujud dari sikap bertanggungjawab, sehingga saya sangat sulit dan hampir tidak berani mengungkapkan niat saya itu. Bagian berat nomer dua, adalah saat seseorang itu tadi berusaha untuk meyakinkan saya, bahwa mundur adalah keputusan yang salah. Apalagi mengingat bahwa seseorang itu, adalah seseorang yang menurut saya mempunyai kemampuan sihir lewat kata-katanya. Saya selalu merasa terhipnotis saat mendengarnya berbicara. Transmiter-transmiter di otak saya selalu ingin menyetujui pernyataan demi pernyataan yang dia lontarkan. Jujur, sudah sempat terlintas di benak saya untuk membatalkan saja niat mundur itu. Tapi segala alasan yang sudah saya rangkum dan bendung selama beberapa bulan terakhir ini lah yang akhirnya lebih kuat berteriak, dan saya tidak mampu menolak untuk tidak menghiraukannya. Jadi saya berperang. Sihir yang saya dengar lewat kata-kata seseorang itu tadi pun, saya tawarkan dengan kata-kata dari mulut saya. Bukan dengan mantra atau aji-aji apapun. Saat itu saya hanya mengutarakan pikiran saya, diri saya, benak saya.

Saat ini saya membayangkan nama saya akan hanya ditulis seperti adanya nama saya tertulis pada akte kelahiran. Tanpa embel-embel organisasi yang selama tiga tahun terakhir ini sepertinya dilekatkan sebagai tambahan identitas saya. Meletakkan jabatan, mengundurkan diri, menarik diri, atau apapun itu istilahnya, bukanlah hal yang akan saya lakukan begitu saja tanpa alasan. Namun saat ini, kali ini, saya pikir alasan yang saya punyai, cukup kuat untuk menjadi dasar dari keputusan saya untuk mundur. Bahkan kalau hal ini menyebabkan beberapa perubahan dalam hidup saya, saya akan menerima konsekwensi nya. Ya, saya siap menjadi hitam, kalau dengan begitu, saya bisa diputihkan lagi suatu saat nanti.